RAHSA : Berdamailah dengan Rahsa Tunggal.


TOLAK kenaikan BBM !!!


Friday 22 February 2008

Stagnasi, kemunduran atau Hanya Tradisi ?

OSPEK adalah kata yang paling ditakuti oleh calon mahasiswa baru (maba) dalam sebuah kampus, tapi sebaliknya Ospek sangat diminati oleh para senior yang ada di hampir semua kampus. Fenomena OSPEK sudah menjadi menu senior pada setiap tahun penerimaan mahasiswa baru (Maba) di setiap kampus, pasalnya dalam menu tersebut pasti terdapat bumbum yang sangat di senangi para senior (meski tidak secara keseluruhan) yaitu penggojlokan atau perpeloncoan terhadap para juniornya.


Selama ini terdapat anggapan bahwa mahasiswa baru harus dipelonco karena dianggap tidak tahu apa-apa mengenai dunia baru mereka (dunia kampus), jadi bisa diperlakukan semau senior. Yang memelonco -mahasiswa senior- memiliki latar belakang dan motivasi masing-masing, sehingga Mahasiswa Junior sering mendapatkan perlakuan yang kurang semena-mena dan aneh.

Kalau kita coba telusuri, sebenarnya bagaimanasih sejarah Ospek itu ada? apa sih masud ospek ? dan apa tujuannya ?

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia (tahun 1960-an), kegiatan "perpeloncoan" ini disebut Mapram. Pada perjalanannya Mapram ternyata memakan banyak korban, sampai akhirnya dilayangkanlah surat keputusan (SK) Menteri P dan K tahun 1971 yang berisi penghapusan mapram yang kemudian diganti dengan Pekan Orientasi Studi (POS). Meskipun demikian, ternyata POS tidak membuahkan hasil atau menjadi solusi dari kekerasan yang terjadi pada Mapram, dan pada kenyataannya kekerasan tetap terjadi, maka pada akhirnya nama POS pun diganti dengan nama OS (Orientasi studi). Untuk yang terakhir kalinya nama OS pun berganti dengan Orientasi Studi dan Perkenalan Mahasiswa (OSPEK), yakni pada tahun 1990-an sampai sekarang.

Mengenai Maksud dari OSPEK itu sendiri digagas sebagai proses inisiasi mahasiswa baru. Intinya memperkenalkan sistem pendidikan tinggi (pada kampus yang bersangkutan), cara belajar mandiri, dan penyesuaian pada suasana kampus baru dan Mahasiswa diperkenalkan dengan rule of conduct rumah yang baru.

Adapun Tujuan utama OSPEK secara adalah :

  1. Mewujudkan kekompakan di antara mahasiswa baru
  2. Meninggalkan sifat individualisme dalam diri peserta
  3. Menjadikan peserta seseorang yang tangguh, mampu berpikir jernih dalam situasi sulit (istilah kerennya never crack under pressure)
  4. Mampu me-manage emosinya (marah, takut, dll)
  5. Mendapatkan informasi yang penting (tau tempat beli kertas, kabel, fotokopi, makanan di malam hari)
  6. Menjadikan disiplin

Adapun alasan lain (meskipun kurang kuat dan tidak berlandasan) mengapa OSPEK harus dilaksanakan adalah, karena :

1. Mahasiswa baru (Maba) gak kenal dengan dosen dan kakak kelas/ senior.
2. Maba tidak menghormati atau respect pada dosen dan kakak kelas/ senior.
3. Bukan mahasiwa dan gak seru kalau gak ikut ospek.

Padahal, kalau ekses ospek dilihat lebih jauh, akar persoalannya terletak pada realitas praktik kekerasan sebagai realitas keseharian. Kekerasan dalam tataran yang bersifat ideologis sampai yang sangat pragmatis sudah terjadi sehari-hari. Secara tidak sadar, kekerasan yang disebut sebagai ekspresi dorongan manusia primitif menyatu dengan keseharian masyarakat Indonesia. Dalam posisi apa pun, kekerasan seolah- olah menjadi pilihan pertama, yang terkait langsung dengan kekuasaan dan nafsu berkuasa.

Mahasiswa adalah kelompok masyarakat dengan ciri utama bernalar, berbeda dengan kelompok-kelompok warga masyarakat lain. Yang diandalkan adalah akal (nalar) dan bukan otot, yang berbeda dengan disiplin mati yang menafikan kelenturan menerima argumentasi dan alternatif.

ospek harus dikembalikan pada roh praksis pendidikan, yakni perguruan tinggi sebagai kelompok masyarakat ilmiah.

Monday 18 February 2008

Kataku Mengenai Pembelajaran

Salah satu tonggak utama dalam membangun sebuah bangsa adalah pendidikan, pendidikan menjadi fondasi pertama dalam sebuah bangunan peradaban. Pendidikan yang dimaksud bukan berarti pendidikan yang berbentuk formal saja apalagi pendidikan yang terlembagakan, akan tetapi pendidikan yang mencakup semua elemen dan entitas yang ada didalamnyan (non formal lainnya).

Seperti yang kita ketahui bersama, maju dan tidaknya sebuah bangsa dinilai dari tinggi rendahnya kualitas pendidikan yang dibangun, ketika pendidikan didalamnya rendah maka dapat dipastikan generasi penerus serta kualitas yang akan dihasilkannya akan rendah pula.

Lahirnya abad pencerahan di dunia Barat yang disebuat dengan Aufkhlarung dan Rennaissance ditandai dengan munculnya revolusi industri yang menandakan maju dan pesatnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan didapatkan dengan adanya sebuah pendidikan, dan dengan pendidikan pula sebuah bangsa dapat mengubah nasib bangsanya menuju masa pencerahan. Tidak hanya berhenti pada pendidikan saja, akan tetapi harus berlanjut pada system yang membentuk pendidikan tersebut.

Berangkat dari dasar diatas maka diperlukan sebuah system dan konsep mengenai kedua hal diatas, yakni pendidikan dan system didalamnya. Adapun konsep yang mencoba ingin ditawarkan adalah :

1. Perubahan Paradigma

yang dimaksud dengan perubahan paradigma adalah perubagan sudut pandang mengenai pembelajaran itu sendiri, perubahan paradigma ini (atau lebih spesifik lagi pada perubahan sudut pandang) lebih mengarah pada aktor-aktor pendidikan itu sendiri yakni, pendidik dan peserta didik (guru dan siswa).

Selama ini difahami bahwa peserta didik adalah objek dan pendidik sebagai subjek, dimana peserta didik diibaratkan seperti kertas kosong yang belum diisi dengan tulisan atau gambar dan warna-warna, peserta didik dijadikan sebuah objek yang dapat dibentuk seperti apapun, dan sekolah menjadi mesin-mesin pencetak dari hasrat guru yang menginginkan bentuk-bentuk tersebut, peserta didik (siswa) di angap sebagai sebuah adonan yang dapat dibentuk, dicetak dan diciptakan. pandangan dan paradigma yang terbangun diatas tidaklah mutlak salah, akan tetapi bagi proses pendidikan yang moderen dan berkualitas itu sangat berjauhan dan bersebrangan antara satu dengan lainnya.

Adapun paradigma yang harus dibangun pada para peserta didik dalam sebuah lembaga pendidikan adalah : siswa tidak lagi menjadi sebuah objek dan guru menjadi subjek. Siswa harus diperlakukan pula sebagi subjek yang mengerti akan sesuatu dan yang pasti mempunyai potensi akan sesautu hal yang besar. Tugas seorang guru disini adalah mengungkap dan dan mengkuak potensi yang ada tersebut sehingga muncul dan dapat diberdayakan. Antara guru dengan siswa tidak lagi menyimpan sebuah jarak atau garis demarkasi yang akan membuat suasana pembelajaran menjadi kaku dan monoton, sehingga kesan yang ditangkap oleh siswa bahwa sekolah adalah penjara dan tempat segala bentuk pengekangan.

Siwa : Subjek, Guru : Subjek. Ketika posisi tersebut sudah berada ditempat yang sama maka garis demarkasi yang selama ini tercipta akan runtuh dan ketika proses pembelajaran konsep yang berlaku adalah patner bukan proses menjadikan atau mentransfer sesuatu atau membentuk sang murid.

2. Ruang membentuk pola pikir

Hal kedua yang fundamental dalam sebuah konsep pendidikan adalah konsep ruang atau tata letak ruangan itu sendiri, dimana setiap kelas (ruangan) yang ada disetiap sekolah adalah ruangan 5x7 dengan jendela dua dan pintu masuk disampingnya, papan tulis di depan dan bangku-bangku yang berjejer.

Sangat kaku dan rigid pemandangan yang ada dihadapan kita, dan itu kita lihat setiap hari dan setiap waktu. Kelas tidak lagi menjadi ruang untuk bermain, berkreasi dan beraktualisasi. Maka ruang menjadi sebuah entitas pendidikan yang cukup mempengaruhi pola piker dan tingkah laku.

Ruang dalam sebuah system pendidikan harus menjadi sarana berkreasi, beraktualisasi dan berekspresi para peserta didik yang akan merangsang daya nalar dan kereatifitas berfikir peserta didik. Sehingga suasana dan kesan yang tercipta tidak lagi kaku dan rigid bahkan penjara pengekangan sekalipun.

Masih banyak lagi konsep pendidikan professional dan moderan yang sebenarnya harus terpenuhi dalam sebuah system pendidikan, akan tetapi pada kesempatan kali ini saya hanya dapat memaparkan kedua hal tersebut karena kedua hal yang diungkapkan diatas merupakan entitas yang fundamen dalam sebuah system pendidikan.

Semoga pendidikan diindonesia mengalami perkenbangan yang pesat, selain dari kuantitas yang berkembang, aspek kualitaspun menjadi keniscayaan untuk berkembang dan maju. Dan semoga sekolah (pendidikan) tidak lagi menjadi penjara kreatifitas yang kaku dan rigid.

Tuesday 29 January 2008

Pemuda dan Pornografi

Sebuah projek penghancuran mental

Generasi Penerus Bangsa

Pengantar

Fenomena Pornografi dan pornoaksi pada masyarakat kita terkesan sudah menjadi sesuatu yang sangat lumrah dan wajar, realitas tersebut terjadi begitu lembut dan sistematis merasuk kedalam kultur masyarakat. Sebagai salah satu contoh dalam sebuah Rukun Warga (RW) atau Rukun Tetangga (RT) ketika hendak melaksanakan sebuah pagelaran atau acara-acara kerakyatan, kita ambil contoh acara 17 agustus-an, rasa-rasanya tidak lengkap ketika tidak mengundang satu group orkestra dangdut atau organ tunggal dangdut yang nota bene sarat dengan “aksi panas” seorang biduan saat beraksi diatas panggung.

Memang dahulu pada tahun 70-an sampai tahun 80-an realitas pornografi dan pornoaksi jarang didapati, karena pada dekade tersebut sistem nilai dan norma-norma[1] pada masyarakat (adat ketimuran) apalagi di daerah pedalaman dan perkampungan masih sangat kuat mengakar. Akan tetapi bukan berarti aksi-aksi panas seorang biduan pada saat itu tidak ada, aksi panas tersebut tetap ada, namun aksi ersebut lebih tertutup dan terbatas yakni hanya untuk kalangan-kalangan tertentu saja (missal, untuk para pejabat, orang berduit, dan kalangan dewasa). Fenomena tersebut terjadi karena memang sistem nilai pada masyarakat masih sangat ketat dan kuat, sehingga aksi-aksi panas yang biasa diperagakan oleh “biduwanita”[2] masih dipandang sebagai sesuatu yang “tabu”, tidak wajar atau tidak biasa.

Secara Kultural masyarakat Bumi Nusantara (meski didaerah-daerah tertentu tidak) memang sudah akrab dengan nuansa erotisme, hal terseut bisa kita lihat pada sisa-sisa kultur masyarakat Indonesia pada umumya, seperti jaipongan dalam kultur budaya Jawa Barat -khususnya Pasundan- yang terkenal dengan goyang karawangnya, Jawa (mataram) , Bali dan tarian-tarian daerah lainnya yang tersebar diberbagai macam suku bangsa. Ini merupakan salah satu bukti bahwa memang masyarakat Indonesia sejak abad ke-15 jamannya kerajaan-kerajaan sudah akrab dengan nuansa erotis. Akan tetapi, yang menjadi titik tekan dan digaris bawahi disini adalah kesenian atau kultur tersebut tidak terbuka untuk khalayak umum seperti halnya sekarang, yang memang terbuka dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas, baik orang dewasa atau bahkan dibawah umur sekalipun (dibawah 17 tahun).

Dari realitas diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa pada sistem sosial dan sistem kultural pada masyarakat kita telah terjadi pergeseran nilai yang cukup drastis, hanya dengan kurun waktu 20 tauan saja, maka nilai-nilai leluhur (ajaran nenek muyang) dan nilai agama telah digeser oleh budaya baru yang mengatasnamakan kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Secar logika, sistem nilai dan norma akan mempengaruhi pola (konstuksi) pikiran, seperti halnya kompor minyak digantikan dengan kompor gas. ketika pergeseran tersebut telah terjadi pada sistem kultural masyarakat maka dapat dipastikan pola pikir dan nilai-nilai yang berlaku pun akan berubah dan digeser oleh konstruksi berfikir baru yang tanpa disadari kita mengagung-agungkannya. Dari dasar pemikilan ini dapatlah kita korelasikan kepada sistem budaya lokal (local culture) masyarakat kita, yang dahulunya erotisme, pornografi dan porno aksi masih menjadi sesuatu yang tabu dan perbuatan yang tidak senonoh ketika di tarik kepermukaan maka sekarang tidak lagi, bahkan dapat diakses dan dikonsumsi oleh berbagai semua kalangan baik yang tua maupun muda bahkan manula sekalipun. Ketika dahulu sistem nilai (value) dan etika benar-benai dijunjung tinggi maka sekarang nilai dan norma tersebut telah digantikan oleh “atas nama” kebebasan serta hak asasai manusia yang nyatanya masih menjadi perdebatan yang belum pernah tuntas sampai sekarang,

Pada kesempatan ini penulis tidak akan banyak membahas pemasalaan kebebsan atau HAM, sebab permasalahan tersebut akan dibahas oleh penulis ain dalam buku ini. Pada kesempatan ini penulis akan memcoba mempertajam pembahasan keranah pemuda dan kulur budaya baru (gaul), yang selanjutnya erat berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi.

Sebelum kita masuk kepada pembahasan kultur pemuda pada waktu kekinian, alangkah baiknya kita mengulas bagaimana budaya tersebut bisa masuk dan menjamur pada masyarakat, terutama kaum muda indonesia.

Sudah menjadi konsekwensi logis bagi satu kebudayaan untuk meningkat menjadi sebuah peradaban yang akan diakui dunia, maka kebudayaan tersebut haruslah diaplikasikan dan dilakukan oleh masyarakat pada volume yang besar (sebagian besar masyarakat dunia mengaplikasikan kebudayaan tersebut). Berangkat dari sebuah eksisensi kebudayaan yang berujung pada peradaban maka masing-masing kebudayaan haruslah berlomba untuk mendominasi kebudayaan-kebudayaan lain (baik dalam sebuah teritori kebangsaaan atau kenegaraan) sehingga kebudayaan tesebut diakui oleh mayoritas masyarakat dunia. Oleh karena itu dalam persaingan antar budaya, masing-masing kebudayaan akan banyak menggunakan berbagai macam cara supaya kebudayaan tersebut dapat diakui dan diaplikasikan oleh masyarakat lain. Terdapat berbagai macam metode dan cara agar sebuah kebudayaan diterima dan diadopsi oleh sebuah masyarakat, dan salah satunya adalah melalui Media, fashion, dan life stile. Ketika kebudayaan tersebut sudah masuk dan mengakar, sehingga menjadi sebuah pola pikir dan pola dalam bertingkah laku, maka kebudayaan tersebut telah berhasil menggeser kebudayaan lama[3]. Dengan berkedok Globalisasi, sebuah budaya masuk dan mulai menancapkan akarnya di tanah-tanah negara berkembang, dan dengan isu globalisasi pula, yang nota bene membawa agenda budaya (pola pikir, gaya hidup, ekonomi maupun politik) mereka berusaha mendominasi kebudayan-kebudayaan lainnya sehingga budaya tersebut pudar dan yang ada hanya budaya baru yang berkehendak menjadi sebuah peradaban yang diakui dunia.

Tak ayal pula kebudayaan dijadikan alat kolonialisasi ala baru, ketika dahulu kolonialisme datang dengan senjata (senapan) maka sekarang kolonialisme datang dengan gaya baru dan sejata baru, yakni life stilye, ekonomi, budaya dan politik, lebih parahnya lagi kolonialisme gaya baru ini masuk dan menjamur secara tidak disadari, dan secara tidak sadar pula kita mulai tercerabut dari akar budaya, meminjam bahasanya Pramoedya Anantatoer “Pikun akan budaya sendiri”, sehingga yang terjadi adalah kita mulai ketergantungan (adict) dengan sesuatu yang sebenarnya bukan bagian dari diri kita.

Sang ploklamator (Soekarno) telah mengungkapkan dengan tegas bahawa yang harus dibangun pada bangsa ini adalah karakter (caracter bulilding), ketika sebuah bangsa tidak mempunya kejelasan atas karakter, maka bangsa tersebut akan mudah untuk diombang-ambing serta dipermainkan oleh bangsa lain. Maka jelaslah apa yang telah terjadi sekarang, bangsa kita dengan mudahnya di permainkan oleh bangsa lain terutama oleh negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, kita juga didiperolokkan oleh negara berkembang lainnya seperti Singapura dan Malaysia. Belum lama ini indonesia dipermainkan oleh Singapura melalui perjanjian ekstradisi, kemudian oleh malaysiya juga cukup sering dilecehkan, pertama permasalahan teritori negara di kalimantan dan kedua permasalahan hak cipta lagu daerah. Dari kedua permasalahan diatas saja bangsa ini tidak sangup menyelesaikannya, belum lagi permasalahan-permasalahan lainnya yang memang sangat merugikan bangsa sini, baik dari segi materil maupun imateril (kehormatan).

Permasalahan karakter kebangsaan merupakan sesuatu yang fundamental, karena aspek primer ini akan melingkupi banyak hal terutama pola pikir dan pola dalam bertindak. Menyangkut permasalahan budaya hedon yang selama ini menjamur pada mental kaum muda adalah imbas atau ekses dari ketidak jelasannya karakter kebangsaaan yang seharusnya ditanamkan sejak dini. Sungguh ironis, bangsa yang dahulu dikatakan besar[4] serta kaya dengan kearifan lokal, kini sudah hancur dan mulai tergilas oleh sejarah. Mental-mental hedon inilah yang akan menimbulkan ekses buruk bagi keteguhan mental terytama mental kebangsaan, yang selanjutnya ia menjadi faktor utama merebaknya pornogerafi dan pornoaksi pada kalangan muda.

Jadi jelaslah, bahwa Pornografi dan Pornoaksi bukanlah akar dari permasalahan yang melanda bangsa ini terutama kaum pemuda. Yang menjadi permasalahan fundamental dan mendasar pada bangsa ini adalah permasalahan karakter kebangsaan yang sampai saat ini masih belum selesai. Dan yang mempunyai peran penting dan besar terhadap pembangunan karakter kebangsaan ini tentunya adalah pihak Negara (pemerintah), mengingat Negara sebagai penyelenggara pemerintahan, negaralah yang bertanggungjawab terhadap mundur dan majunya kebudayaan sebuah bangsa dan negara pulalah yang berperan penting terhadap terwujudnya sebuah good governance, yang syarat akan kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan.

Berangkat dari permasalahan fundamental ini; yakni karakter kebangsaan, maka ketika karakter kebangsaan belum selesai, dalam artian tertanam dan mengakar pada setiap individu dan masyarakat indonesia maka akan sangat memudahkan masuknya struktur budaya baru karena masyarakat kita tidak lagi mempunyai sistem pengamanan diri (scurity system) dalam menyaring (counter) berbagai macam sistem kebudayan baru yang masuk, dan pada akhinya menggeser budaya lama yakni sistem budaya lokal dan kearifan lokal.

Dapat kita lihat sekarang, kultur western (barat) seperti hedonisme, gaya hidp bebas yang berkedok Globalisasi mulai mewarnai dan menggeser struktur kebudayaan lama. inilah penyebab utama bangsa indonesia khususnya para pemuda tidak lagi mempunyai visi kedepan, terutama visi pembangunan yang akan mengarahkan bangsa ini kearah kemajuan yang lebih baik.

Ketercerabutan sebuah kebudayaan akan sangat berbahaya bagi sebuah bangsa, karena ketika akar budaya telah tercerabut atau tergeser oleh sistem budaya baru maka dapat dipastikan masa depan bangsa tersebut tidak akan bertahan dalam menahan gempuran dan serangan arus global, terutama negara yang memang mempunyai maksud dan tujuan mendominasi dan mengeksploitasi bangsa ini. Maka jelaslah, identitas budaya sebagai karakter kebangsaan adalah harga mati bagi keutuhan dan keberlangsungan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Ibu Kota Sebagi Pintu Gerbang Utama

Ibu kota adalah pusat dari semua aktifitas, baik ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya dan politik, dimana akulturasi berbagai macam budaya berinteraksi dan bersinggungan satu sama lain. Ibu kota juga identik dengan kemoderenan, dimana sistem sosial serta gaya hidup masyarakatnya dikatakan maju dan berkembang, fenomena ibu kota yang digambarkan dengan kemawahan, kemeriahan dan mimpi-mimpi kesenangan lainnya, mejadi daya tarik bagi masyarakat di luar kota untuk berbondong-bondong memasuki ibu kota tentunya dengan berbagai macam faktor dan alasan, terutama ekonomi (mudah mencari pekerjaan), akan tapi ada juga orang yang beralasan hanya ingin dibilang gaul atau dibilang modern semata.

Ada beberapa faktor kenapa Ibu Kota dikatakan sebagai pusat kemodernan dan kemajuan, pertama, karena dia adalah pusat dari aktifitas pemerintahan, kedua, karena dia sebagai pusat pemerintahan maka ia juga menjadi pusat (gerbang utama) masuknya berbagaimacam kepentingan, baik ekonomi, budaya, politik dan lain sebagainya, termasuk juga arus teknologi dan informasi dari luar negara. Ditengan aktifitas dan arus global tersebut maka terjadilah pergesekan dan persinggungan budaya, anatra budaya lokal dan budaya luar sehingga menhasilkan akulturasi antar budaya.

Realitas yang terjadi khususnya di ibu kota dan umumnya di indonesia sekarang bukan akulturasi budaya akan tetapi lebih dekat kepada doktrinasi atau ekspansi budaya, karena ketika dikatakan akulturasi budaya adalah ketika ada percampuran (saling mempengaruhi) antara budaya lokal dengan budaya baru yang datang sehingga menciptakan ciri khas baru dalam sistem budaya tersebut. Dan realitas yang terjadi sekarang adalah ketika kita tercerabut dan mulai pikun dengan budaya kita sendiri dan sistem budaya luar masuk maka yang terjadi adalah dokrtinasi budaya atau pengambil alihan budaya, sehingga budaya lokal tergeser posisinya oleh kebudayaan baru. Terdapat beberapa faktor yang membuat budaya lokal tergeser posisinya oleh sistem budaya baru yang datangnya dari luar. Pertama, minimnya pendidikan dan pengetahuan mengenai budaya lokal. Kedua. Minimnya pemeliharaan dan pelestarian budaya lokal. Dan ketiga, gencarnya ekspansi budaya baru untuk mendominasi dan menggeser budaya lokal setempat. ketiga faktor inilah yang menjadi penyebab kenapa budaya lokal dapat digeser oleh kebudayaan baru.

Ketika ketiga syarat dan faktor penyebab tersebut telah terpenuhi, maka ekspansi kebudayaanpun sudah dapat dilaksanakan, tinggal bagaimana sistem kebudayaan baru tersebut mengemas isu bagaimana sistem kebudayaan tersebut dapat masuk dan diterima oleh masyarakat setempat.

Globalisasi, dialah isu dan alat utama bagi sistem kebudayaan baru bisa masuk mendominasi dan dan menggeser kebudayaan setempat. Ditengah arus teknologi informasi yang semakin canggih, maka lengkaplah sudah bagi sistem budaya baru masuk untuk melancarkan aksi dan serangan-serangannya dalam berekspansi.

Pada tulisan pengantar telah disinggung mengenai kepentingan-kepentingan sebuah budaya masuk, dan terbukti dengan jelas bahwa masuknya sebuah sistem budaya memang membawa kepentingan, baik itu sefatnya ekonomis maupun politis. Demikian juga halnya dengan Globalisasi, dengan rapihnya mereka mengkemas kepentingan-kepentingan tersebut kedalam paket yang namanya globalisi, padahal yang menjadi target dan saaran utama adalah westrnisasi dan kroni-kroninya yang nota bene membawa misi pengakuan terhadap peradaban barat serta eksploitasi dan penghancuran sebuah bangsa.

Misi eksploitasi dan penghancuran tersebut dilakukan demi tercapainya sebuah kepentingan peradaban sehingga tidak ada yang menandingi dan melampaui kemajuan bangsa tersebut. Ketika sebuah bangsa lain maju maka eksistensi dia sebagai bangsa yang maju dan kuat akan terancam dan mungkin akan dikalahkan oleh bangsa lain yang lebih maju.

Ketika Barat dengan pojek eksploitasi dan pengusaan peradabannya dijalankan, maka salahsatu caranya adalah dengan penghancuran mental dan gempuran-gempuran kebudayaan yang nota bene membawa efek negatif terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa tersebut. Maka dilancarkan misi hedonisme, kebebasan, life stile, glamor, dan lain sebagainya yang pada kenyataanya disalah artikan. Dari budaya-budaya tersebut akhirnya menimbulkan efek negatif terhadap produktifitas dan progresitas perkebangan bangsa ini.

Dari budaya-budaya yang disebutkan diatas lahirnya pola penghancuran baru, yaitu pornogerafi dan pornoaksi yang berujung pada seks bebas (free sex), dan memang khusus menghajar ranah mental, terutama mental kaum muda dan bahkan anak-anak yang nota bene adalah generasi penerus bangsa. Ketika generasi penerus telah berhasil diracuni dan dihancurkan mentalnya maka dapat dipastikan bahwa keberlangsungan bangsa tersebut akan suram minimalnya mandeg dan tidak berkembang, dan ketika kondisi ini telah tercapai maka mudahlah bagi mereka untuk mengeksploitasi dan menghancurkan bangsa ini.

Untuk melancarkan misi tersebut maka diciptakanlah berbagai macam perangkat alat untuk memfasilitasi aksi pornografi dan pornoaksi, diantaranya adalah media baik media cetak maupun elektronik, minuman keras, Club-club, dan gaya hidup yang memang diseting supaya orang tertarik untuk memilih dan mengikutinya. Katakan “Gaul dan Modern”, kata tersebut memang dibuat supaya orang tertarik dan mengikuti pola tersebut, seperti pakaian mini, ketat, sexsy, minum minuman keras sampai mabuk, dugem dan lain sebagainya, sehingga ketika orang tidak mengikuti gaya tersebut maka dia dikatakan tidak gaul atau ketinggalan jaman. Dan sekali saya katakan, pangsa pasar utamanya adalah kaum muda yang memang masih bermasalah dan haus akan eksistensi.

Memang sangat cerdas barat dalam mengkemas sebuah isu, mereka menyentuh hal-hal primer dari kebutuhan manusia, seperti eksistensi, seks, ekonomi dan lain sebagnya. Kasus pornograpi pun demikian, ketika sex merupakan kebutuhan dasar biologis manusia maka mereka masuk dan melancarkan aksinya, baik dengan media cetak seperti majalah majalah porno, buku-buku bacaan porno dan komik-komik porno, media elektronik seperti VCD dan DVD porno, situs-situs porno melalui internet dan media-media lain yang memang sarat dengan pornografi.

Sungguh mengerikan, karena serangan-serangan tersebut dilakukan hampir setiap hari, bertahap dan sistematis pula. Mereka menciptakan pintu-pintu dan kemungkinan-kemungkinan sepaya kita terjerumus dan sulit untuk keluar, mereka datang tidak melalui pintu, tapi mereka datang melalui hasrat yang ada didalam diri kita, mereka siap sedia ketika mereka dibutuhkan, bahkan mereka hadir ketika waktu-waktu luang kita, dan mereka juga selalu hadir dan berada di ruang pribadi kita.

Projek Penghancuran Mental

(Sebuah Perjalanan menapaki dunia hedon yang glamour)

Tujuan utamaku datang ke ibukota adalah untuk menimba ilmu di salah satu Perguruan tinggi swasta di jakarta, demikianlah kata seorang temanku (sebut saja namanya Deden) bertutur dalam ceritanya, namun ditengah perjalanan studyku aku seakan tergiring oleh arus yang memang terasa kuat, sehingga membuatku terhanyut dan terlena dibuatnya. Semester pertama dan kedua berjalan dengan normal, bahkan nilaiku cukup membanggakan, namun pada semester-semester selanjutnya aku mulai bersentuhan dengan dunia yang sama sekali baru aku kenal, dialah dunia malam, dunia yang syarat dengan kehidupan glamor, hura-hura, kesenangan dan tanpa aturan yang ada hanya aku, akulah atauran itu sendiri, bangun ketika aku ingin bangun, tidur ketika aku ngantuk dan merasa lelah. Semua itu aku lakukan atas kehendakku sendiri, tidak ada orang yang berani memerintah atau menyuhku, karna aku adalah pribadi yang merdeka, dan aku berhak menentukan apapun keinginanku dan aku akan melakukan apapun yang aku suka.

Hubunganku dengan teman-teman sejawatku cukup dibilang baik, mungkin karena aku yang mempunyai kepribadian yang mudah bergaul dan senang mendengarkan setip cerita dan keluh kesah teman-teman. Seiring berjalannya waktu, aku semakin akrab dengan teman-teman dan lingkungan sekitarku, sehabis kuliah aku dan teman-teman sering jalan-jalan, baik itu ke mall-mall, pusat-pusat perbelanjaan atau tempat-temapat wisata sekitar jakarta bahkan keluarkota sekalipun. Hal itu kami lakukan karena memang hendank berbelanja, jalan-jalan, menghilangkan kepenatan, atau bahkan hanya iseng saja, membunuh waktu dengan nongkrong, berbincang-bincang, sampai hanya berdiam diri dan bengong menikmati suasana tempat yang kami kunjungi, kepuncak, ancol, anyer bahkan keluar kota seperti ke Bandung, Yogyakarta, Bali dan banyak lagi tempat yang kami kunjungi bersama-sama.

Pertamakalinya akau mulai masuk dan meninjakan kaki pada dunia malam adalah karena dibawa (diajak) oleh teman-teman disekitarku, waktu itu kebetulan ada acara Campus Night di salahsatu club malam yang terletak di kawasan Gatot Subroto. Sebagian besar pengunjung pada acara tersebut nota bene adalah anak-anak kuliahan yang biasa disebut sebagai anak gaul. Akupun semakin tertantang dan bersemangat dengan kata tersebut (campus night), karena yang ada dalam benakku, aku akan bertemu dengan teman-teman sebaya dari berbagai kampus lain, dan aku pikir aku akan melebarkan sayap pertemananku secara luas, dan kebetulan pada malam itu, aku dengan teman-teman mendapatkan beberapa guest list- free entry, jadi aku bebas masuk tanpa dipungut biaya, dan ketika masuk aku cukup menyebutkan pasword yang telah diberikan sebagai tanda free pass. Aku pikir tempat tersebut cukup terbilang elit dan mewahl, pasti harga ticketnyapun mahal, minimalnya 100 sampai 200 ribu sekali masuk. Scurrity di sanapun cukup banyak dan rata-rata badannya besar-besar dengan muka yang cukup menyeramkan, mereka berada pada setiap sudut ruangan terutama dipintu masuk.

Karena pengalamanku yang kali pertama memasuki dunia malam (lingkungan baru), tentunya sikapku masih terasa kaku, ditengah kerumunan suasanan dan hiruk pikuk kegaduhan aku masih merasa asing, tapi pikirku, “nikmati saja”, dan kemudian aku mulai terbiasa dan mampu mencairkan suasana hati dan mulai masuk kedalam sikologis masa ditempat tersebut. Pada pembukaan acara sang DJ (disc jockee) mulai memainkan musik pembuka dengan lagu-lagu yang memicu dan menstimulus semua organ indra untuk bergerak. Suasana malam itu cukup panas karena hampir semua sisi ruang (baik yang duduk maupun berdiri) terisi oleh sesaknya manusia yang mulai terbawa dan terbius oleh lantunan musik. Sesudah DJ pertama selesai kemudian disambung dengan DJ berikutnya, pertunjungan ini ada sedikit berbeda karena selain sanga DJ memainkan musik, terdapat beberapa sosok wanita naik ke table yang ukurannya cukup tinggi yang terpasang di kanan, kiri dan tengah DJ, dengan lihainya para wanita tersebut yang biasa disebut dengan sexy dancer bergoyang dengan sexy dan sarat dengan erotisme[5] dan tentunya mengundang hasrat sexualitas kaum laki-laki. Lengkaplah sudah perangkat night club dan membuat suasana semakin “hot” juga menggairahkan mood setiap pengunjung yang datang.

Memang benar apa yang dikatakan orang, dunia malam sangat dekat dengan barang yang dikatakan haram. Terlihat dimeja-meja terdapat minuman keras dari berbagai macam jenis dan merek bergeletakan, ada juga yang ditenteng-tenteng dengan tangan sambil bergoyang dan berjingkrang-jingkrakan. Aku mulai mengamati setiap sudut ruang, baik dari settingan ruangan yang memang disett mendukung suasana, pakaian para pengunjung yang rapih, gaul dan sarat dengan model masa kini, modis dan sexy. Akupun cukup terheran apakah mereka[6] tidak merasa kedinginan dengan pakaian yang serba mini ? karena, AC pada ruangan itu sangat banyak dan cukup dingin, aku saja yang berpakaian dooble (t-shert dan kemeja) masih merasa kedinginan. Tapi akhirnya aku paham, karena seminim apapun pakaian mereka tetap saja tidak akan merasa kedinginan karena gerakan yang dilakukan memang mengundang untuk berkeringat, ditambah lagi dengan minuman beralkohol yang memang membuat hangat dibadan ketika diminum, ditambah lagi dengan berjubelnya pengunjung yang membuat sesak ruangan. Karena saking panasnya suhu pada ruangan tersebut, tak jarang dari mereka membuka pakainya untuk menghilangkan panas yang mereka rasakan.

Semua orang yang berada pada tempat sersebut seakan di sirep[7], mereka menari, tertawa dan bergerak sesuai dengan gerakan yang mereka inginkan, tak jarang pula mereka ribut gara-gara menyenggol atau menabrak pengunjung lain yang tidak mereka kenal. Mungkn disinilah tugasnya securrity, mereka harus sigap menghadapi setiap kejadian yang mengarah pada kegaduhan dan kerusuhan. Setiap pengunjung hadir dalam dunia mereka sendiri, secara lahiriyah mungkin mereka ada pada tempat yang sama, tapi seacara kesadanran mereka berada ditempat lain dimana mereka menginginkan dan membayangkannya. Inilah ekstase instan, dimana kesenangan dan kebahagiaan berada pada setiap individu dan sampailah mereka pada dunia dan menju tuhan[8]-nya masing-masing. Nuansa tersebut tidak akan berhenti samapi saatnya ketika DJ berhenti memainkan musik dan diganti dengan music recorder, lampu dinyalakan dan para pengunjung bubar berhamburan dan kembali kepada habitatnya masing-masing.

Inilah kali pertamaku masuk kedalam dunia malam, dan untuk waktu selanutnya sampai saat ini aku masih menjalaninya. Banyak tempat yang sempat aku kunjungi, baik dalam kota maupun luar kota, dan akhirnya aku dapat menyimpulkan, kegiatan dan kehidupan night club dimana-mana sama yaitu ekstase instan, mengejar kesenangan dan kebebasan[9] yang sifatnya relis materialis.

Demikianlah sekelumit kisah, bagaimana seseorang dapat terjerumus kedalam kehidupan malam yang syarat dengan nuansa erotisme dan mengarah pada pornogerafi dan pornoaksi. Dari kisah diatas, kasus dunia malah bukanlah sebuah gerbang untuk menuju pornogerafi dan pornoaksi, tapi, kehidupan malam merupakan pintu kelanjutan dari pintu-pintu sebelumnya, yaitu Televisi dengan tontonan yang mengarah pada pornogerafi, VCD, DVD, internet dan banyak lagi media yang dijadikan ajang doktrinasi secara tidak langsung yang kemudian tersimpan dalam memory otak kita, dan lama-kelamaan akan terus membukit dan meluap.

Disinalah letak dimana sistem nilai dan norma sudah tercerabut dari akar budaya kita. Ketercerabutan nilai tersebut terjadi tidak secara langsung tapi secara perlahan, sehingga kita tidak sempat menyadarinya, dan pada akhirnya kita terlena dan terbius oleh kultur budaya baru yang memang tidak memperhatikan bahkan tidak memperdulikan norma dan nilai. Keseronokan, porno, cabul dan lain sebaginya akhirnya menjadi konsumsi kaum muda generasi bangsa. Lantas apa yang harus kita lakukan, siapa yang patut untuk dipersalahkan ?

Pada permasalahan ini tidak ada yang patut dipermasalahkan, baik pihak keluarga sebagai pelindung awal, lingkungan dan negara. Yang pasti semua pihak harus berperan aktif dalam mengcounter arus budaya urban[10], akan tetapi yang seharusnya berperan aktif dan memiliki konsern lebih adalah pemerintah, karena memang permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan ketahanan dan keberlangsungan bangsa. Isu tersebut syarat dengan kepentingan global dengan kolonialismenya.


Penutup

Proses penghancuran mental kaum muda sebagai generasi penerus bangsa, tidak akan terlepas dari kepentingan dan settingan global, terutama negara-negara maju yang nota bene hendak menancabkan fondasi-fondasi kekuasaannya diberbagai bangsa, termasuk indonesia, mengingat Negara Indonesia kaya dengan berbagai Sumber Daya Alam (SDA). Inilah yang seragan yang dilancarkan para neo kolonialis dan neo kapitalis, mereka dengan gencarnya masuk dan menyusup kesendi-sendi kebudayaan kita, dengan sistematis mereka mula menggerogoti identitas kebangsaaan kita, menggerogoti rasa nasionalisme kita dan kemudian menghancurkannya kita secara perlahan, bukan oleh mereka, tapi oleh diri kita sendiri.

Pornogerafi dan pornoaksi adalah salahsatu senjata yang mereka gunakan, majalah, komik, novel, TV, vcd, dvd, internet dan lain sebagainya merupakan media penghantar bagi mereka untuk masuk dan meracuni mental anak bangsa, sehingga mereka tidak mempunyai visi dan misi membangun bangsa pada waktu kedepan, dan berdaulat untuk waktu yang tidak terbatas.

Sebagai kata penutup dari tulisan singkat ini adalah identitas kebangsaaan adalah aharga mati bagi NKRI. Karena ketika identitas kebangsaaan sudah mulai luntur pada diri setiap individu anak bangsa, maka habislah kita, kita tidak mempunyai lagi tameng serta sebagai counter dari serangan budaya yang dilancarkan oleh bangsa kolonial yang berdampigan dengan para kapitalis.



[1] Nilai dan Norma yang dmaksud adalah adat istiadan (sopan santun dan etika) serta ajaran agama yang memang masih mengakar kuat pada masyarakat.

[2] Biduwanita dalam definisinya adalah seorang penyanyi perempuan.

[3] Budaya lama yang dimaksud adalah budaya lokal atau budaya yang menjadi warisan leluhur (local genius)

[4] Indonesia pernah mempelopori pergerakan dan kebangkita negara-negara di asia dan afrika

[5] Inilah suasana pornogerafi dan porno aksi pada dunia malam. Yang memang memicu hasrat sexualitas setiap individu yang berkunjung.

[6] Memang sebagian besar pengunjung perempuan memakai pakaian yang serba mini, bahkan sangat mini sehingga menyita dan menarik pandangan setiap laki-laki.

[7] Dalam bahasa Indonesia berarti dibius atau terbius

[8] Tuhan yang dimaksud dalam konteks ini adalah sesuatu yang dipertuhan, dipuja dan diidam-idamkan.

[9] Paradigma Masyarakat memaknai kebebasan pada umumnya adalah kebebasan seperti yang diceritakan diatas.

[10] Budaya apapun dan dari negara manapun yang masuk ke tanah Bumi Nusantara.

Thursday 22 November 2007

Siapakan Manusia ?

AFEKTIVITAS


Ketika kita menjadi mahluk yang hanya dapat mengenal tanpa rasa maka kita hanya akan memantukkan dunia seperti cermin-cermin yang netral.

Bergerak/ bereksistensi merupakan salah satu dari sekian sifat dasariah manusia, dengan sifat dasariah tersebut manusia -dengan kemampuan berbahasanya- mampu menciptakan simbol-simbol (nama-nama) pada wujud atau eksistensi lain yang ada disekelilingnya. Dalam proses interaksinya dengan wujud lain manusia mampu memperoleh pengetahuan yang kemudian masuk dan menginternalisasi pada diri subjek untuk menuju kesempurnaan eksistensinya (benda-benda dapat dimanifestasikan dan orang-orang dapt dikenal). Akan tetapi seperti yang telah diterangkan pada bab terdahulu bahwa pengetahuan tidakakan tercapai ketika subjek tidak membuka diri untuk berinteraksi dengan objeknya (alam atau wujud materil yang ada), maka yang akan terjadi adalah hanya sebuah pantulan-pantulan cermin alam/dunia.

Tidak hanya dengan pengetahuan manusia dan hewan dapat dibedakan dari tumbuhan dan benda-benda mati lainnya, manusia dan hewan memiliki kelebihan yang akhirnya dapat membedakan diri secara rill dengan tumbuh-tumbuhan atau benda-benda yang tidak bergerak lainnya, dialah afektivitas sebuah kegiatan merespon sesuatu yang ada di lingkungan atau disekelilingnya, dan dengan afektivitas pula hewan dan manusia “berada” secara aktif dalam dunia dan berpartisipasi dengan segala bentuk kejadian atau fenomena yang ada.

Jika benar kehadiran manusia didunia adalah dengan pengetahuan maka dengan afektivitaslah manuasia dapat mendalami dunia dan kehidupannya tentunya afektifitas dan pengetahuan sebagai pendorong untuk bergerak dan berbuat. Maka dengan ini jelaslah bahwa sebuah pengetahuan tidak akan menjadi wujud nyata (angan-angan, utopisme) ketika afektifitas tidak ada dan hadir dalam diri manusia, dan dengan afektivitas pulalah manusia dan hewan dapat merespons setiap sesuatu yang ada dalam lingkungannya secara nyata (apakah harus didekati atau dijauhi).


Kekeyaan Dan Kompleksitas Afektivitas Manusia.

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa manusia memiliki kemampuan berbahasa dan pengetahuan, berbekal kedua hal tersebut manusia dapat membuat symbol, definisi dan mengenal segala sesuatu yang ada disekelilingnya. Telah disebutkan pula bahwa manusia dengan hewan memiliki kemampuan afektivitas dimana kemampuan tersebut dapat menjadi sebuah penentu apakah objek (Dunia yang telah termanifestasi) akan direspon atau tidak (digerakan dalam sebuah wujud perbuatan), karena ketika hewan atau manusia melihat atau memperhatikan sesuatau tidak ada respon tertentu (didekati atau dijauhi).

Afektifitas bias dipula dikatakan pokok pangkal dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baiak bemberi sebuah petanda, nama atau yang lainnya termasuk berbicara. Dengan adanya afektivitas manusia dapat menggerakan semua organ tubuh termasuk hatinya untuk melakukan sebuah tindakan, sebagai contoh ketika kita tertarik akan sesuatu hal maka dengan bekal pengetahuan dan afektivitas manusia akan mencoba membuat sebuah tindakan, ketika ketertarikan tersebut akan bembahayakan dirinya maka dia akan menjauh dan ketika ketertarikan itu membuat dirinya nyaman maka diakan akan terus mendekat dan terus berinteraksi dengannya. Demikian pula ketika kita berbicara, dengan afektivitas kita akan membuat sebuah gerakan (baik mimik wajah, tekanan dan gerakan tubuh lainnya) yang akan mengekspresikan pengetahuan atau keinginan kita, dan biasanya kita akan berbicara pada sesuatu (orang) yang membuat kita tertarik, cocok atau merasa nyaman.

Dengan afektivitas kita didorong untuk melakukan sesuatu hal (respon), baik mengikatkan diri dari sesuatu, melepaskan diri, mendekatkan diri, atau melakukan sebuah tindakan aktif seperti menyerang, membela diri, bertempur dan sebagainya. Sampai pada titik ini kita memahami bagaimana kompleksitas afektivitas manusia atau bias dikatakan masih rancu atau abstrak karma sampai saat ini kita belum mengetahui yang mana sebenarnya kegiatan afektiv dari manusia itu sendiri, apakah semua kegiatan yang diakibatkan dari sebuah respon tertentu atau hanya kegiatan-kegiatan tertentu saja yang dapat diseput kegiatan afektiv ?

Untuk memperjelas masalah ini, terlebih dahulu kita harus meneliti dan menganalisa afektivitas dari berbagai sudut pandang yang ada dan berbeda-beda.

Disposisi Afektif Dasariah. Dari sedut pandang ini afektifitas dipandang dari dua segi/sudut dasariah atau berputar pada dua kutub bertentangan. Berawal dari sebuah respon terhadap sesuatu maka subjek (manusia) akan mencoba mendekati sesuatu ketika hal tersebut dianggap baik olehnya dan dia akan menjauhinya ketia itu dianggap jelek, jahat atau sesuatu yang akan merintanginya. Secara sepintas kedua afektivitas tersebut terkesan sebagi afektivitas dasar, padahal kalau kita perhatikan, katakanlah kegiatan mendekati, menyukai adadah mencintai dan menjauhi sesuatu, merintangi adalah membenci, maka akan menjadi jelas bahwa cintalah sebagai kegiatan afektif dasariah karena ketika sesuatu dipandang akan menjauhkan atau merintangi maka sebenarnya hal tersebut adalah sebuah penghalang bagi sesuatu yang kita cintai (menggapai, mendekati atau memilikinya). Jadi pada hakikatnya cita merupakan berada atau asal mula dari seluruh hidup/kegiatan afektif, sekurang-kurangnya cinta akan diri sendiri.

Sikap-sikap. Berangkat dari hal pertama diatas (cinta dan benci) akan melahirkan sebuah Anggapan atau kecenderungan dan Maksud dari si subjek dalam berhubungan dengan objeknya. Ketika subjek menganggap objeknya jahat (berdasar karna jahat bukan sifat dasar afektif) maka akan melahirkan satu konsekuensi yakni, kebencian yang merakibat menjauhi atau malah melawan, menyarang atau menghilangkannya. Berbeda halnya dengan cinta sebagi sifat dasar afektif, dia akan menimbulkan 2 konsekuensi (sikap) yakni mendekati, memiliki dan interaksi kemudian ketika objek tersebut dianggap jahat atau buruk dia akan tetap berusaha untuk mendekati atau berinteraksi karena nilai, manfaat, keuntungan (yang ada pada objek) baik bagi untuk umum atau pribadi. Dalam kasus membenci, menjauhi atau menghilangkan berlaku sikap cinta diri sendiri (cinta utilitaris) dan pada kasus yang yang kedua yakni mendekati karena ada sebab –nilai, manfaat serta lainnya- disebut cinta kebaikan hati, tanpa pamrih (amour de bienveillance, amour desintresse, amour oblatife). Secara singkat dapat dikatakan cinta Utilitaris bersifat bermanfaat atau mementingkan diri sendiri/egois sedangkan cinta tanpa pamrih si objek akan tetap melakukan yang terbaik demi keutuhan nilai itu sendiri atau manfaat khalayak (apresiasi).

Penetuan sikap afektif subjek oleh objek. Subjek dalam merespon objeknya menampilkan sebuah suasana yang disebut perasaan, perasaan merupakan disposisi afektif yang stabil yang tidak mengganggu keseimbangan psikologis subjek. Yang menjadi permasalahan disini adalah emosi, emosi merupakan kegiatan afektif yang mendadak dan kuat, yang disertai dengan gangguan organik (penyulut) dan dapat mengubah kelakuan subjek secara drastis. Emosi dapat menjadi sumber kekuatan, ketegasan, inisiatif kreativitas pada diri subjek ketika subjek dapat menguasai perasaannya, dilain pihak emosi juga dapat menjadi sumber bencana, memalukan dan merugikan ketika perasaan tersebut tidak dapat dikendalikan yang akhirnya membabi buta hal ini dapat diantisipasi dengan pengetahuan atau penguasaan diri (akal sehat).

Penguasaan subjek terhadap objek. Masih dalam kerangka cinta dan benci (beserta rekan-rekannya atau sesuatu yang mendekati), subjek dalam hal merepons kedua hal tersebut dapat mengakibatkan kemungkinan-kemungkinan sikap afektif. Dalam hal mencintai atau menginginkan sesuatu hal maka dalam jangka waktu tertentu subjek akan mengalami sebuah usaha (waktu), dalam usaha tersebut subjek akan mengalami sebuah harapan-harapan akan kesenangan dan kegembiraan, keputusasaan dan sebagainya. Demikian juga dengan kebenciaan, subjek akan mengalami keresahan, kecurigaan, ketakutan, kemarahan bahkan semangat yang berkobar.

Hasrat-hasrat jiwa demikianlah para filosof terdahulu mengatakan keadaan-keadaan afektif yang telah dipaparkan diatas. St Aquinas dalam buku Summa teologica bagian kedua, Decrates dalam buku Urayan tentang nafsu-nafsu, Spinoza dalam buku Etika. Para filosof yang disebutkan diatas sangat konsen membahas mengenai kegiatan afektif, secara garis besar nafsu dapat di kelompikan menjadi 2 ; pertama, nafsu yang cenderung mengikat pada hal-hal yang baik (nafsu hasrat), kedua, nafsu yang mempersiapkan untuk bertempur atas apa yang melawannya. Alferd Adler menyebut nafsu bertempur ini sebagai “Dorongan untuk berkuasa” sedangkan nafsu yang cenderung mengikat pada kebaikan disebut oleh Etienne de Greef sebagai “Naluri-naluri Simpati”.

Lebih mendasar lagi sebuah kegiatan afektif sangat dipengaruhi oleh yang namanya suasana hati. Suasana hati dapat sangat berkaitan erat dengan kondisi biologis yakni ketika kegiatan biologis dapat terlaksana dengan baik maka akan membawa suasana yang menyenangkan dan ketika kegiatannya terbengkalai maka keresahan, tidak percaya diri dan sebagainya akan mempengaruhi suasana hati tersebut. Singkatnya afektivitas sangat di dasari oleh keadaan organik dan psikologis (tubuh dan roh).

Yang bukan perbuatan Afektif

Mengetahui adalah penerimaan, partisipasi dan komunikasi, demikin pula halnya dengan cinta orang sering menganggap pahwa cintalah cara mengetahui atau mengenal secara istimewa yakni berusaha untuk mengerti dan memahami. Dari kedua pandangan diatsa terkadang orang suka mengacaukan antara yang poko dan yang pangkal miasalnya saja ketika seseorang mengetahui tentang sesuatu hal maka dia dapat mengerjakannya atau mengaktualisasikannya kedalam wujud yang nyata karena dapat kita amati bahwa seorang teolog bulum pasti dia mengerjakan apa yang ada pada teologi, seorang psikolog belum tentu keadaan jiwanya selalu stabil dan seimbang dan seorang yang mengerti tentang kebenaran, keadilan dan cinta dia dapat mengaktualisasikan dalam wujud afektif.

Pengetahuan dengan cinta, seperti yang dikatakan diats sering terjadi kekacauan, demikian pula halnya dengan cinta itu sendiri, orang sering mengatakan perbuatan-perbuatan yang menuju pada cinta dikatakan cinta. Padahala cinta itu sendiri telah mendahului perbutan-perbuatan. Dilam proses mencintai itu sendiri banyak timbul kegiatan afektif miasalnya rasa cemburu, keresahan, kekesalam, pengharapan padahal yang esesnsi dari cinta iru sendiri adalah pengorbanan, keikhlasan hati, persuaian, kecocokan dan kerelaan. Dalam hal ini orang sering terjebak ketika dia banyak mengusahakan untuk memiliki sesuatu (cinta) akan tetapi dia malah terjebak pada tujuan-tujuan yang bukan cinta itu sendiri, maka lahirlah kekecewaan dan kesengsaraan.

Dalam afektivitas sering terjadi kesahpahaman, yakni hanya merujuk pada hasrat baik saja, padahal afektivitas itu sendiri setiap perubahan dari kesan yang ditangkap baik itu kebaikan atau keburukan entah dalam hal fisik atau psikologis tergantung pada keadaan yang ada disekitarnya, jadi afektifitas melingkupi semu kegiatan afektif. Afektifitas melingkupi semu kegiatan afektif yang berdasar pada kegiatan naluriah, pisik, psikis, spiritual dan lain sebagainya sejauh itu merupakan respon terhadap objek.

Perbuatan afektif

Perbuatan atau kegiatan afektif harus dipahami sebagai segala pergerakan atau kegiatan batin yang ditarik oleh objek (menolak atau mendekatinya). Perbuatan afektif sedikit mirip dengan perbuatan mengenal karena mengenal juga merupakan sebuah tindakan vital/imanen, dalam hal ini subjek menjadi aktor utama dalam memberikan sebuah respon atau menerimanya. Perbuatan afektif juga dapat dikatakan berbuatan intensional dimana si subjek membuka dirinya dan dihubingkan dengan objek.

Dari penjelasan diatas masih terlihat samara mana yang pengetahuan dan mana yang afektivitas, dan sekarang kita akan mencoba membedkan keduanya; sedikitnya ada 5 yang membedakan pengetahuan dengan afektivitas: pertama, dalam pengetahuan si subjek membuka diri terhadap objek sedangkan afektif lebih bertindak pasif yakni subjek hanya menerima pengaruh dari objek apakah objeknya menarik atau menolak. Kedua, sejauh subjek di pengarhi oleh objek secara intensif maka perbuatan afektif bias disebut lebih ekstatis ( dibawa keluar dari dirinya seolah-olah dilepaskan dari objeknya) dari perbuatan mengenal. Ketiga, perbuatan afektif dipandang lebih paradoksal dan dimamis dimana perbuatan tersebut mempersiapkan dan mendirong dirinya untuk bergerak. Keempat, perbuatan afektif terlihat lebih realistis karena subjek lebih berhubungan apa yang nyata dan langsung terhadap objeknya, meskipun pada akhirnya subjek akan mengalami ekstatis. Kelima, perbuatan afektif lebih bersikap partisipasi dan kesatuan, dimana subjek dapat menglami dan berhubungan langsung dengan respond dan pengaruh yang ditimbulkan objek.

Kondisi-kondisi Afektivitas manusia

Untuk mencapai afektivitas subjek harus berada dalam sebuah kondisi dimana subjek akan melahirkan kegiatan afektif, adapun kondisi-kondisi tersebut ialah : pertama, antara subjek dan objek harus ada ikatan kesamaan atau kesatuan itu sendiri, karena ketika tidak ada kesamaan maka tidak akan ada afektivitas. Sebagai contoh ketika kita berhubungan dengan sebuah objek maka dalam diri objek terdapat sesuatu yang membuat kita tertarik atau menjauhinya, sesuatau yang ada pada diri objek pasti juga ada dalam diri subjek yang akhirnya akan menimbulkan kegiatan afektif baik menerima atau menolak.

Kedua, nilai (baik dan buruk), dalam kondisi ini, ketika objek dipandang memiliki sebuah nilai maka subjek akan melahirkan kegiatan afektif, karena afektifitas itu sendiri adalah berdasar pada kecintaan akan sesuatu maka subjek pada akhirnya akan melahirkan kegiatan afektif untuk menolak atau menerima.

Ketiga, sifat dasariah dan kecenderungan kognitif, pada kondisi ini subjek akan dalam melakukan sebuah afektif harus ditunjang dengan sebuah sifat dasariah yang akan mendorong dia untuk lebih cenderung, selera, berkeinginan akan sesuatu yang pada akhirnya akan menimbulkan kegiatan afektif yang ternyata memang sesuai dengan sifat dasarih tersebut.

Keempat, mengenal adalah kausa dari afektivitas. Dalam proses mengenal subjek akan mengalami kondisi dimana dia harus berusaha mendefinisikan objek yang akan dikenalinya dan ketika definisi tentang objek tersebut telah tercapai maka pada akhirnya akan lahir sebuh keputusan afektif apakah dia harus menyerang, mencintai, memp[ertahankan diri atau yang lainnya.

Kelima, imajinasi. Untuk menimbulkan kegiatan afektif maka imajinasi dapat menjadi sebuah pendorong, semangat, mempengaruhi bahkan membohongi. Pengetahuan pertama (baik dari pengalaman atau informasi dari pengenalan) akan melahirkan sebuah deskripsi awal tentang objek, maka dalam kondisi ini subjek akan dipengaruhi untuk bertindang seperti apa yang ia dapat pada penglaman-pengalaman dan imajinasi yang dia dapatkan terdahulu.

Dari penjelasan-penjelasan diatas jelaslah bahwa perbuatan afektif tidak cukup subjek mengenal objek, menggunakannya dan menarik perhatiannya akan tetapi secara fundamental ia disipkan oleh keadaan dan kondisi itu sendiri yang menyebabkannya.

Pada penjelasan terdahulu telah di sebutkan bahwa kegiatan afektif harus ada peran roh/jiwa atau psikis. Dalam hal keinginan akan sesuatu yang akhirnya menimbulkan perbuatan afektif disana sangat berperan apa yang namanya cinta, kesenangan, kegembiraan dan kebahagiaan (beserta lawan-lawannya). Keinginan-keinginan tersebut akan membawa subjek pada kegiatan afektif yang bersifat eksistensial (materialis) yang pada akhirnya berakibat pemenuhan dan pemilikan akan sesuatu, dalam hal tersebut harus dicurigai bahwa kesenangan tersebut memperhatikan nilai yang ada atau sebuah kecintaan pribadi yang akhirnya menegasikan yang lain. Maka kebahagiaan sebagai sikap dasariah afektif menegaskan bahwa roh harus dadir disana dan bahwa kebahagiaan tidak berarti mengambil atau memiliki akan tetapi partisipasi dan intensionalitas dengan objeklah yang akhirnya akan menjadi kebahagiaan.

Dalam hal mencintai terkadang tidak terasa ada sebuh hirarki yang akhirnya menjadi sebuah prioritas atau menegasikan yang lainnya, contoh; ketika kita mencintai diri sendiri, kemudian mencintai orang lain yang mana yang akan menjadi sebuah prioritas ? (yang akan melahirkan perbuatan afektif). Hirarki yang takterdefinisi tersebut sebenarnya tidak perlu ada kata prioritas atau menegasi yang lainnya, karena dalam hal mencintai –seperti yang telah ditegaskan pada penjelasan sebelumnya- lebih mengungkapkan perbuatan afektif yang bersifat partisipasi, kesatuan dan penggabungan. Jadi jelaslah bahwa ketika kita dapat mencintai diri sendiri maka akan secara otomatis dia akan mencintai oranglain karena dia telah mengerti hakikat diri dan jiwa dari “keberadaannya dalam dunia”.

Arti dan Makna Lambang Paramadina

Arti dan Makna Paramadina

Muqaddimah

Universitas Paramadina merupakan bukti konkrit dari cita-cita para founding father Paramadina, butuh bertahun-tahun Cak Nur beserta rekan-rekan untuk mewujudkannya. Banyak sekali makna dan arti yang terkandung dalam Paramadina, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, terangkum dalam sebuah manifesto yang disebuat “Manifesto Paramadina”. Manifesto Paramadina dimaksudkan untuk menjabarkan arti dan makna dari Paramadina itu sendiri, yakni agar keterbukaan tumbuh menjadi budaya dalam pergaulan warga Negara dan kecenderungan dalam membentuk masa depan.

Arti dan Makna

Perkembangan Hidup Beragama dan daya baca pada masalah integrasi islam kedalam keindonesiaan mengukuhkan kesadaran akan tanggungjawab orang muslim, yang dilandasi wawasan asasi keberagamaan dalam menatap masa depan. Dan Ini merupakan makna yang terkandung dalam Paramadina itu sendiri.

Adapun Ide besar yang diusung sekaligus menjadi tonggak Paramadina adalah, Kedalaman Iman, Ketajaman Nalar, Kepekaan Nurani dan Kecakapan Berkarya. Adapun sekarang Paramadina lebih menitikberatkan pembahsan-pembahasannya pada ide sekularisme, pluralisme, dan Liberalisme.

Flash Back (Sebagai Konsep dan Tonggak Dasar)

Umat Islam Indonesia menjadi sebuah fenomena tersendiri bagi kehidupan umat Islam dibelahan negara lain, karena umat Islam Indonesia terbentuk dari sebauh keragaman dan heterogenitas suku dan budaya. Dengan keragaman budaya Indonesia tersebut Islam dipaksa dan diharuskan untuk tampil dan menjadi yang terdepan, konstuktif dan produktif, mengingat banyaknya penduduk umat Islam yang ada didunia. Umat islam di Indonesia menjadi sebuah model percontohan bagi umat Islam dinegara-negara lain, dikarenakan perbedaan dan keragaman yang tercipta, ini menjadi sebuah model spesies umat Islam baru. Bagi Indonesia sendiri umat Islam dituntut untuk mampu tampil dengan ajarannya yang membawa kesejahteraan bagi seluruh alam (rahmatan lilalamin).

Selama 14 abad lebih Islam mencapai kejayaannya, dengan kejayaan itu pula umat islam banyak menyumbangkan dedikasinya untuk peradaban umat manusia, dari segai intelektualitas, keilmuan, sains, kebudayaan dan disiplin ilmu-ilmu lainnya. Peradaban tersebut kemudian diambil alih oleh orang Eropa (Eropa Barat) sejak abad 17 Masehi, setelah meletusnya perang salib, dimana perpustakaan terbesar umat Islam yang berada di Kordova dibakar habis, sedangkan kitab/buku-buku penting yang menjadi dasar lahirnya ilmu pengetahuan diangkut dan diadopsi oleh orang Barat. Maka sejak saat itu lahirlah Renaissance sebagai babak baru pencerahan bagi orang Eropa.

Dengan kondisi demikian umat Islam tidak perlu khawatir, karena spirit perubahan yang kreatif dan konstuktif tetap masih melekat disetiap benak umat Islam. Dan mulai abad 19 Masehi umat Islam mulai menemukan kembali jati dirinya dengan pertanyaan “kenapa umat Islam mundur ? dan satu jawabannya, karena umat Islam telah meninggalkan al-Quran”. Meninggalkan disini bukan berarti dan diartikan secara harfiyah semata akan tetapi diartikan secara maknawi (spirit).

Prinsip dan spirit perubahan yang ada, tercermin dalam system teologi dan kepercayaan umat Islam itu sendiri. Ini diawali dengan I’tikad dan janji kita terhadap tuhan, yakni, dua kalimah Syahadat “Laa illa ha illallah Muhammad ar-Rasulullah”. Dengan spirit tersebut umat Islam mempunyai modal besar untuk menciptakan sebuah peradaban baru, dan itu menjadi landasan paramadina dalam mewujudkan cita-citanya. Prinsip keimanan (Tauhid) akan membawa manusia (Indonesia) kepada sebuah peradaban modern baru, kenapa? karena dengan prinsip Tuhid tersebut, maka tertanam dalam diri setiap muslim bahwa tidak ada yang lebih suci dan sakral kecuali Allah. Dengan pensucian selain Allah tersebut maka segala sesuatu yang ada dihadapan Manusia semuanya tidak suci, dalam arti bias dirubah dan ditinjau kembali.

Dengan prinsip itu pula melahirkan konsep, bahwa ketika yang suci itu Tuhan maka manusia berada dalam posisi kotor atau berada dibawah Tuhan itu sendiri. Ini mengartikan bahwa setiap manusia itu semua sama, tidak ada sesuatu yang membedakannya. Ketika prinsip itu telah tertanam maka segala jenis perbedaa (suku, etnis, budaya, agama, dan latar belakang lainnya) menjadi hilang dan ternegasikan. Maka yang timbul adalah sikap saling menghormati dan menghargai.

Kemanunggalan Islam dan Indonesia

Sikap dan rasa saling menghormati serta menghargai tercermin pula pada asas dan dasar idiologi Indonesia pula yakni Pancasila. Kesamarataan, persatuan dan kesatuan semua diramu para founding father Bangsa supaya bangsa ini menjadi bangsa yang besar, karma bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami dan mengerti arti dari heterogenitas, perbedaan dan keragamaa, karma berangkat dari haltersebut persatuan dan kesatuan bangsa akan tercipta.

Ceita-cita Paramadina

Dengan modal kemerdekaan, persatuan dan kesatuan bangsa, maka diharapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, bangsa yang menghargai perbedaan dan keragaman. Dengan modal itu pula, kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa memahami dan menghayati apa yang dicita-citakan dan diharapkan oleh nenek moyang. Mengutip perkataan Bung Karno, ia mengatakan “zamen bundeling van alle kracheten van de natie” yang artinya adalah “Pengikatan bersama seluruh kekuatan bangsa”. Disambung dengan perkataan Almarhum Prof Dr. Nurcholish Madjdid, beliau mengatakan “Kekuatan itu akan terbentuk dan terwujud hanya dengan adanya peneguhan kembali ikatan batin atau komitment semua warga Negara kepada cita-cita nasional, disertai dengan pembaharuan tekad bersama untuk melaksanakannya”.

Berdasarkan itu pula, Maka Paramadina yang mempunyai spirit persatuan, egaliter, heterogenitas, dan cinta akan kasih sayang, berharap mewujudkan sebuah peradaban baru dibawah naungan Agama dan Negara, yakni persatuan dan kesatuan Nasional. Maka dari itu, Paramadina merupakan tempat persemaian Manusia Baru Indonesia yang berperadaban modern (civil society). Peradaban Baru Peradaban Indonesia, Manusia Baru Manusia Paramadina.

Penutup

Apa yang terkandung dalam “Manifesto Paramadina” diharapkan menjadikan dasar dan bahan acuan bagi kita dalam membentuk sebuah peradaban baru. Mudah-mudahan kita sebagi kader bangsa benar-benar menjadi manusia baru yang berperadaban modern serta mewujudkan cita-cita besar Paramadina.

PidatoKu

Salam Damai dan salam kesejahteraan.

Harus kita ingat, bahwa bangsa ini berdiri diatas tanah kuburan para prjuang, bangsa ini berdiri diatas cucuran darah, serakan tulang belulang dan curahan peluh para pejuang. Bangsa ini harus membayar mahal akan kemerdekaannya, bukan dengan pounsterling, bukan yen, bukan dengan dolar dan bukan dengan rupiah, tapi bangsa ini ada dengan mengorbankan ratusa, ribuan, jutaan bahkan triliunan nyawa para pahlawan.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang dianugrahi kekayaan alam yang melimpahruah, bangsa yang dianugerahi kekayaan budaya yang beranekaragam suku bangsa. Akan tetapi bangsa Indonesia juga kaya akan berbagaimacam krisis, dari mulai krisis ekonomi yang berkepanjangan, krisis akan kesejahteraan, krisis akan keadilan, krisis akan kepercayaan KKN, Agama, suku, budaya, pendidikan sampai krisis akan identitas. Krisis multidimensional ini semakin menggelembung sehingga menimbulkan krisis-krisis baru yang sampai sekarang belum terlihat tanda-tanda kapan akan berakhir, maka diperlukan kekuatan besar dan tangguh untuk mengatasi krisis multidimensional ini.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai sejarahnya, akan tetapi kita tidakperlu tenggelam dalam angan-angan sejarah, kita tidakperlu terhanyut dalam candu romantisme. Sudah Enam puluh satu tahun bangsa indonesia menghirup udara segar kemerdekaan, sudah enam puluh satu tahun pula bangsa ini tetap terhimpit dan berada dilingkaran kemiskinan, lantas apa yang telah kita perbuat untuk bangsa ini ? apa dedikasi kita yang telah kita sumbangkan untuk bangsa ini ? apakah kita akan tinggal diam ? apakah kita akan terus diam ketika harkat dan martabat bangsa kita diinjak-injak oleh bangsa lain ? katakan tidak ! kita harus bangkit, kita harus bersatu dan kita harus menjadi bangsa yang bermartabat. Kita harus menjadi bangsa yang benar-benar merdeka dari segala macam bentuk penjajahan, termasuk penjajhan atas harga diri.

Bung Karno sebagai founding father bangsa ini menegaskan akan pentingnya menyatukan kekuatan bangsa, beliau mengatakan “kita harus meningkatkan seluruh elemen kekuatan bangsa” kemudian perkataan tersebut disambut oleh guru besar bangsa yaitu Prof Dr. Nurcholish Madjid beliau mengatakan “Kekuatan akan terbentuk dan terwujud hanya dengan adanya peneguhan kembali ikatan batin semua warga Negara indonesia kepada cita-cita nasional, tidak cukup dengan itu, komitment harus disertai dengan peneguhan tekad bersama untuk melaksanakannya”. Lantas apa yang yang dimaksud dengan cita-cita nasional ? cita-cita nasional adalah cita-cita pensejahteraan dan penyempurnaan kondisi masyarakat indonesia dari mulai peningkatan kualitas pendidikan, perataan ekonomi berbasis kerakyatan, peningkatan pertahanan dan keamanan bangsa.

Akan tetapi bagaimana cara untuk mewujudkan cita-cita nasional tersebut? caranya adalah, hapus atavisme, hapus nativisme, hapus individualisme, hapus ekslusifisme, hapus dehumanisme, hapus feodalisme dan hapus segala bentuk sadisme dan premanisme. Kita harus berani menunda kesenangan pribadi untuk mewujudkan kepentingan sosial kemudian kita mulai masuk kedalam lingkaran heterogenitas, kita harus masuk kedalam lingkaran pluralisme dan kemudian kita mulai merajut kembali pranata-pranata Demokrasi yang sudah mulai pudar, kita harus kembali kepada pancasila sebagai dasar negara kita, dimana semua elemen masyarakat yang plural itu dapat bersatu dan mengecap indahnya harmony, kedamaian dan kesejahteraan.

Kita tidak perlu pesimis dengan keadaan kita sekarang ini. Ingat idealisme bukan berarti utopisme tapi idealisme adalah cita-cita yang pada nantinya akan diwujudkan oleh anak cucu kita dan generasi penerus bangsa. “Bangunlah putra-putri pertiwi, tunjukan pada Dunia Bahwa Sebenarnya Kita MAMPU !!!”.

Didalam gelap yang pekat, Masih ada secercah harap untuk semangat yang berkobar dan bangkit untuk berjuang !!!